Oleh
: Harry Hardiyana
Indonesia
merupakan negara dengan sumber kekayaan yang luar biasa serta dihiasi dengan
keindahan alamnya yang memikat. Negara manapun saya yakin tidak ada yang
mengatakan Indoenesia sebagai negera “miskin” ataupun negara kekurangan. Dengan
sumber daya alam yang melimpah, mulai dari perut bumi hingga semua yang
terhampar dalam permukaan bumi, mulai dari dasar terdalam lautan hingga puncak
tertinggi di pegunungan, seolah mengindikasikan negeri ini bagaikan surganya
dunia.
Kearifan
lokal, keberagaman budaya serta keanekaragaman nilai-nilai adat istiadat yang
tertanam dalam bangsa Indonesia membentuk sebuah identitas bangsa yang khas
kemudian terbentuklah sebagai jati diri bangsa. Akan tetapi justru kita melihat
apa yang terjadi saat ini adalah sebuah kegamangan secara sistemik jati diri
bangsa. Secara perlahan negeri ini akan meninggalkan pelabuhan tanah air negerinya
sendiri. Lambat laun identitas serta kepercayaan diri sebagai bangsa mungkin
akan hilang. Fatal nya, dengan degradasi jati diri dan ideologi ini akan
menyebabkan hilangnya rasa percaya diri, harga diri serta sikap kemadirian bangsa.
Dengan
kompleksitas masalah yang terjadi, terlihat dengan hilangnya rasa percaya diri
dan sikap kemadirian. Bangsa ini seolah menjadi “negara kaya yang belaga
miskin”. Hingga dari aspek budaya yang lambat laun mulai di dominasi budaya
asing sampai sumberdaya alam yang tak sepenuhnya di nikmati oleh rakyat sendiri
bahkan cenderung di eksploitasi oleh asing. Hal ini menunjukan negeri ini
merdeka dalam keadaan tidak berdaulat sepenuhnya.
Paling
tidak kasus freepot, perusaan tambang emas milik amerika yang mengekspoitasi
emas di Indonesia yangi akan berakhir
kontrak pada tahun 2021 dapat menjadi contoh. Dengan kekayaan emas Indonesia
yang sangat melimpah, akan tetapi justru kekayaan tersebut sebagian besar direnggut
haknya oleh bangsa asing. Dengan keuntungan yang tidak sedikit pastinya diraih perusahaan freepot, semakin
membuat perusahaan ini kegirangan dan
akan mengajukan perpanjangan kontrak kerjasama hingga tahun 2041.
Belum lagi kita teringat kasus blok cepu
2006 silam. Kekayaan migas Indoensia ini justru diserahkan kepada perusahaan
asing Exxon. Entah apa yang dipkirkan pemerintah, yang pasti dengan status
pemilik sumber daya alam seharusnya pemerintah Indonesia mendapatkan keuntungan
lebih besar dan juga memiliki kontrol kebijakan atas kerjasama ini. Sehingga
negeri ini tidak hanya menjadi pemilik yang tidak merasakan apa yang
dimilikinya. Selain itu tambang gas blok mahakam yang akan selesai kontrak
dengan perusaan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation (Jepang) pada
tahun 2017. Yang terjadi saat ini
justru bukanlah momen untuk mencoba meraih kedaulatan
energi dinegeri sendiri, akan tetapi terdapat indikasi
perpanjangan kontrak hingga tahun 2037. hal ini juga terlihat berdasarkan kajian iress
dalam petisi blok mahakam pada tanggal 10 Oktober 2012 di Jakarta bahwa dengan besarnya cadangan gas tersisa di blok
mahakam hingga 50 %, pihak asing telah kembali mengajukan perpanjangan kontrak.
Disamping permintaan oleh manajemen Total E & P,
PM Prancis Francois Fillon pun telah meminta perpanjangan kontrak Mahakam pada
kesempatan kunjungan ke Jakarta Juli 2011. Disamping itu Menteri
Perdagangan Luar Negeri Prancis Nicole Bricq kembali meminta perpanjangan
kontrak saat kunjungan Jero Wacik di Paris, 23 Juli 2012. Hal yang sama
disampaikan oleh CEO Inpex Toshiaki Kitamura saat bertemu Wakil Presiden Boediono dan
Presiden SBY pada 14 September 2012.
Permasalahan
kedaulatan energi ini tidak akan terselesaikan jikalau pemerintah tidak mau memberikan
kesempatan kepada Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) untuk mengelola SDA dan
mengatur kontrol dalam sumber daya energi yang ada di Indoensia. Adapun sering
munculnya problem Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang kurang mumpuni dalam
pengelolaan SDA rasanya seharusnya bukanlah menjadi problem utama. Karena
dengan aset SDA yang sangat luar biasa “kaya” rasanya tidak mustahil kita
mendatangkan ahli-ahli dunia untuk menjadi pekerja di Indonesia, bukan
sebaliknya orang-orang terbaik dalam negeri yang justru kini menjadi pekerja perusahaan-perusahan
asing dalam negeri ataupun di luar negeri yang hanya di iming-imingi dengan
uang saja.
Belum
lagi permasalahan ketahanan pangan, komersialisasi hukum, serta permasalahan
lainnya yang menjurus kepada degradasi idiologi serta identitas bangsa yang
kini hampir terjadi kepada seluruh aspek kehidupan bangsa.
Permasalahan-permasalahan
ini banyak yang telah menodai perjuangan pahlawan revolusi. Kita teringat
dengan perkataan sang Panglima Besar Jenderal Soedirman “lebih baik di bom
atom, dari pada tidak merdeka sepenuhnya”. Dengan tidak berdaulatnya negeri ini
dalam sumber daya energi dapat menjadi contoh penjajahan asing kontemporer
sebagai pengkhianatan terhapap perjuangan pahlawan revolusi. Entah ada
kepentingan apa pemerintah berpihak kepada asing, yang jelas nilai-nilai
kedaulatan yang ditanamkan pahlawan revolusi telah ternodai.
Penetrasi-penetrasi
bentuk penjajahan baru yang merasuk dan mempengaruhi kedaulatan bangsa justru
seolah sejalan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah saat ini. Dapat kita lihat
kebijakan pemerintah dari tidak sejalannya dengan kedaulatan energi, krisis
ketahanan pangan, liberalisasi pendidikan serta permasalah sosial lainnya yang
terjadi di masyarakat.
Harapannya
setiap apa yang sudah diperjuangkan pahlawan dalam merebut revolusi menjadi
refleksi kita semua bahwa konsekuensi kemerdekaan adalah berdaulat sepenuhnya
di negeri sendiri.
Hidup Mahasiswa....!!!!
“Lebih
Baik Dibom Atom, Dari Pada Tidak Merdeka Sepenuhnya”
-Jenderal
Soedirman-
0 komentar:
Posting Komentar
Kritik & Saran yang membangun sangat diharapkan