Minggu, 24 Juni 2012

RUU Desa untuk siapa? Ada apa sebetulnya dibalik RUU Desa?

Share on :
Oleh : Harry Hardiyana



RUU Desa yang sejatinya bertujuan untuk mensejahterakan rakyat desa , nampaknya  jauh dari harapan. Awalnya ketika saya mendengar terkait RUU Desa ini dalam diskusi kajian strategis BEM Unsoed, yang pertama kali terbayang dalam pikiran tentang substansial dari RUU Desa ini yaitu lebih bertujuan untuk kesejahteraan masyarkat desa, yang memang kemiskinan di Indonesia banyak tersebar di seluruh desa-desa di Indonesia.



Namun justru yang saya temukan dari RUU desa ini adalah upaya untuk mensejahterkan pemerintah desa dan perangkat-perangkat desa. Di tegaskan oleh Karnoto yang juga Ketua PPDI ( Persatuan Perangkatan Desa Indonesia ) Jawa Tengah, jika RUU Desa tidak disahkan tahun ini, PPDI di seluruh Indonesia akan siap nglurug ke Jakarta. Pemerintah dan DPR diminta mendengarkan aspirasi perangkat desa agar RUU tersebut bisa direalisasikan menjadi UU. ''RUU Desa harus disahkan. Ini adalah usaha kita untuk mendukung kesejahteraan perangkat desa,'' tegasnya melalui  suaramerdeka.com pada tanggal 19 Juni 2012.




Selain itu justru dalam RUU Desa ini tidak secara detail membahas pembangunan desa upaya mensejahterakan masyarakat ataupun terkait pelayanan-pelayanan  publik yang selama ini sering kita alami. Seperti buruknya pelayanan publik, ataupun birokrasi yang berbelit-belit di tingkat desa bahkan sering kita temui terjadinya korupsi dalam hal pembuatan surat-surat kependudukan ataupun yang lainnya. Mungkin baik  sangka saya, hal tersebut tidak terjadi di banyak daerah di Indonesia.



Justru lagi-lagi yang saya temukan dan paling saya soroti terkait RUU Desa ini adalah terdapatnya pasal yang menyatakan bahwa penghasilan tetap kepala Desa minimal dua kali dari upah minimum kabupaten/kota. Belum lagi ditambah dari tunjangan-tunjangan lainnya seperti dari Anggaran pendapatan dan belanja desa sesuai dengan kemampuan keuangan desa. Hal ini jelas akan meningkatkan pendapatan kepala desa atas jabatannya. Namun meningkatnya pendapatan kepala desa ini seharusnya akan membuat kinerja yang lebih baik bagi masyarakat dan ini perlu pengawasan dari semua elemen terutama masyarakat. Karena Badan Perwakilan Desa ( BPD ) harus melakukan fungsi legislatif yang hanya terdiri dari 5 sampai 7 orang saja. Belum lagi bisa jadi dalam pengawasan BPD terhadap pemerintah desa ini dapat di bumbui oleh asas kekeluargaan dan asas gotong royong dalam hal penilaian yang dimana asas ini masih sangat kental di masyarakat desa, sehingga dapat menimbulkan proses pengawasan yang tidak obyektif.



Pemerintah desa juga sesuai dengan RUU Desa ini akan mendapatkan sumber pendapatan desa dari APBN minimal 5% untuk seluruh desa di Indonesia setiap tahunnya. Kita asumsikan saja APBN Indonesia pada tahun 2011 saja sekitar Rp. 2.200 Triliun, maka 5% dari APBN tersebut sebesar Rp. 110 Triliun. Berdasarkan data pos Indonesia jumlah desa/keluruhan di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 76.613. Maka tiap desa akan mendaptkan pendapatan dari APBN setiap tahunnya lebih dari Rp. 1 Miliyar.



Pendapatan lebih dari Rp. 1 Miliyar  ini jelas bukanlah nominal yang kecil. Hal ini jelas akan menjadi pendapatan yang besar bagi desa. Jelas perangkat desa pun sangat ngotot untuk lolosnya RUU ini menjadi Undang-undang. Seperti saya kutip dari suaramerdeka.com ''Kalau elit-elit politik di Jakarta tidak segera mengesahkan RUU Desa, sebagai jalan terakhir, kita akan boikot Pemilu,'' ujar Ketua PPDI Kabupaten Batang H Karnoto.



Dalam proses penggodakan RUU Desa pun tidak sedikit mengeluarkan biaya. Anggota DPR melakukan kunjungan luar Negeri guna membahas RUU Desa ini Sperti dilansir dalam beritasatu.com oleh Ezra Sihite dan Wisnu Cipto bahwa Perhitungan biaya tiap anggota ke masing-masing negara termasuk tiket pulang pergi, biaya perjalanan harian, akomodasi, uang representasi dan asuransi dengan rincian sebagai berikut :
1. Venezuela, Rp 105. 984.000
2. Jerman, Rp. 88.515.000.
3. Cina, Rp 42.210.000.
4. Jepang, Rp 46. 143.000
 Pansus RUU Desa rencananya akan bertolak ke Venezuela dan Cina.  Sementara Pansus RUU Pemda bakal menyambangi negara Jerman dan Jepang.
Sementara untuk ongkos transportasi, masing-masing anggota, tiket pulang pergi dengan kelas eksekutif yaitu,
1. Tiket pulang pergi Jepang Rp.23.022.000.
2. Tiket pulang pergi ke Cina Rp.20.358.000.
3. Tiket pulang pergi ke Jerman, Rp.66.078.000.
4. Tiket pulang pergi ke Venezuela Rp.83.358.000.



Jelas RUU Desa ini menimbulkan pertenyaan yang sangat mendasar dari saya ketika mencoba mangkaji RUU Desa ini. Sebetulnya RUU Desa ini ditujukan untuk pembangunan desa dan mensejahterakan masyarakat desa atau memang untuk kepentingan-kepentingan lain yang terselubung sehingga begitu ngototnya pihak-pihak tertentu guna  mensukseskan RUU Desa ini menjadi Undang-undang Desa.




Semoga dengan ngotonya banyak pihak untuk mensahkan RUU desa menjadi UU. Pihak-pihak yang terkait tidak lupa substansial dari RUU Desa ini adalah untuk mensejahterakan rakyat.

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik & Saran yang membangun sangat diharapkan