Oleh : Harry Hardiyana
RUU
Desa yang sejatinya bertujuan untuk mensejahterakan rakyat desa ,
nampaknya jauh dari harapan. Awalnya ketika saya mendengar terkait RUU Desa ini dalam diskusi kajian strategis BEM Unsoed, yang
pertama kali terbayang dalam pikiran tentang substansial dari RUU Desa
ini yaitu lebih bertujuan untuk kesejahteraan masyarkat desa, yang
memang kemiskinan di Indonesia banyak tersebar di seluruh desa-desa di
Indonesia.
Namun justru yang saya temukan
dari RUU desa ini adalah upaya untuk mensejahterkan pemerintah desa dan
perangkat-perangkat desa. Di tegaskan oleh Karnoto yang juga Ketua PPDI (
Persatuan Perangkatan Desa Indonesia ) Jawa Tengah, jika RUU Desa tidak
disahkan tahun ini, PPDI di seluruh Indonesia akan siap nglurug ke
Jakarta. Pemerintah dan DPR diminta mendengarkan aspirasi perangkat desa
agar RUU tersebut bisa direalisasikan menjadi UU. ''RUU Desa harus
disahkan. Ini adalah usaha kita untuk mendukung kesejahteraan perangkat
desa,'' tegasnya melalui suaramerdeka.com pada tanggal 19 Juni 2012.
Selain
itu justru dalam RUU Desa ini tidak secara detail membahas pembangunan
desa upaya mensejahterakan masyarakat ataupun terkait
pelayanan-pelayanan publik yang selama ini sering kita alami. Seperti
buruknya pelayanan publik, ataupun birokrasi yang berbelit-belit di
tingkat desa bahkan sering kita temui terjadinya korupsi dalam hal
pembuatan surat-surat kependudukan ataupun yang lainnya. Mungkin baik
sangka saya, hal tersebut tidak terjadi di banyak daerah di Indonesia.
Justru
lagi-lagi yang saya temukan dan paling saya soroti terkait RUU Desa ini
adalah terdapatnya pasal yang menyatakan bahwa penghasilan tetap kepala
Desa minimal dua kali dari upah minimum kabupaten/kota. Belum lagi
ditambah dari tunjangan-tunjangan lainnya seperti dari Anggaran
pendapatan dan belanja desa sesuai dengan kemampuan keuangan desa. Hal
ini jelas akan meningkatkan pendapatan kepala desa atas jabatannya.
Namun meningkatnya pendapatan kepala desa ini seharusnya akan membuat
kinerja yang lebih baik bagi masyarakat dan ini perlu pengawasan dari
semua elemen terutama masyarakat. Karena Badan Perwakilan Desa ( BPD )
harus melakukan fungsi legislatif yang hanya terdiri dari 5 sampai 7
orang saja. Belum lagi bisa jadi dalam pengawasan BPD terhadap
pemerintah desa ini dapat di bumbui oleh asas kekeluargaan dan asas
gotong royong dalam hal penilaian yang dimana asas ini masih sangat
kental di masyarakat desa, sehingga dapat menimbulkan proses pengawasan
yang tidak obyektif.
Pemerintah desa juga
sesuai dengan RUU Desa ini akan mendapatkan sumber pendapatan desa dari
APBN minimal 5% untuk seluruh desa di Indonesia setiap tahunnya. Kita
asumsikan saja APBN Indonesia pada tahun 2011 saja sekitar Rp. 2.200
Triliun, maka 5% dari APBN tersebut sebesar Rp. 110 Triliun. Berdasarkan
data pos Indonesia jumlah desa/keluruhan di Indonesia pada tahun 2011
sebanyak 76.613. Maka tiap desa akan mendaptkan pendapatan dari APBN
setiap tahunnya lebih dari Rp. 1 Miliyar.
Pendapatan
lebih dari Rp. 1 Miliyar ini jelas bukanlah nominal yang kecil. Hal
ini jelas akan menjadi pendapatan yang besar bagi desa. Jelas perangkat
desa pun sangat ngotot untuk lolosnya RUU ini menjadi Undang-undang.
Seperti saya kutip dari suaramerdeka.com ''Kalau elit-elit politik di
Jakarta tidak segera mengesahkan RUU Desa, sebagai jalan terakhir, kita
akan boikot Pemilu,'' ujar Ketua PPDI Kabupaten Batang H Karnoto.
Dalam
proses penggodakan RUU Desa pun tidak sedikit mengeluarkan biaya.
Anggota DPR melakukan kunjungan luar Negeri guna membahas RUU Desa ini
Sperti dilansir dalam beritasatu.com oleh Ezra Sihite dan Wisnu Cipto
bahwa Perhitungan biaya tiap anggota ke masing-masing negara termasuk
tiket pulang pergi, biaya perjalanan harian, akomodasi, uang
representasi dan asuransi dengan rincian sebagai berikut :
1. Venezuela, Rp 105. 984.000
2. Jerman, Rp. 88.515.000.
3. Cina, Rp 42.210.000.
4. Jepang, Rp 46. 143.000
Pansus
RUU Desa rencananya akan bertolak ke Venezuela dan Cina. Sementara
Pansus RUU Pemda bakal menyambangi negara Jerman dan Jepang.
Sementara untuk ongkos transportasi, masing-masing anggota, tiket pulang pergi dengan kelas eksekutif yaitu,
1. Tiket pulang pergi Jepang Rp.23.022.000.
2. Tiket pulang pergi ke Cina Rp.20.358.000.
3. Tiket pulang pergi ke Jerman, Rp.66.078.000.
4. Tiket pulang pergi ke Venezuela Rp.83.358.000.
Jelas
RUU Desa ini menimbulkan pertenyaan yang sangat mendasar dari saya
ketika mencoba mangkaji RUU Desa ini. Sebetulnya RUU Desa ini ditujukan
untuk pembangunan desa dan mensejahterakan masyarakat desa atau memang
untuk kepentingan-kepentingan lain yang terselubung sehingga begitu
ngototnya pihak-pihak tertentu guna mensukseskan RUU Desa ini menjadi
Undang-undang Desa.
Semoga dengan
ngotonya banyak pihak untuk mensahkan RUU desa menjadi UU. Pihak-pihak
yang terkait tidak lupa substansial dari RUU Desa ini adalah untuk
mensejahterakan rakyat.
0 komentar:
Posting Komentar
Kritik & Saran yang membangun sangat diharapkan